Kamis, 12 Maret 2020

32. SYARAT KEBAHAGIAAN


SYARAT KEBAHAGIAAN
“”Kebahagiaan tidak ditentukan oleh apa yang kita miliki, tetapi bagaimana kita menikmati apa yang kita miliki, kita bisa bahagia dengan memiliki sedikit, atau bisa juga sengsara sekalipun memiliki banyak” –W.D. Hoard

Sepasang suami istri sedang menantikan seorang bayi hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Telah lima tahun mereka menikah. Tetapi anak yang diharapkan tak kunjung datang. Berbagai cara telah di tempuh, mulai dari memeriksakan diri ke dokter, tidak mengambil pekerjaan yang menyebabkan stress, berolahraga teratur, sampai bulan madu yang kedua pun dilakukan. Namun, hasilnya tetap saja mengecewakan. Tes laboratorium selalu menunjukkan hasil negative.
Sampai akhirnya, sepasang suami istri itupun menjadi depresi dan saling menyalahkan. “Susmiku, maafkan aku, aku tidak bisa menjadi istri yang baik bagimu. Aku tida dapat membuat engkau bahagia!”. Air mata sang istri mengalir deras di pipinya. “Tidak, akulah yang tidak dapat memberimu seorang anak, aku telah gagal menjadi seorang kepala keluarga. Maafkan aku, aku telah mengecewakanmu”
Seperti itulah yang terjadi setiap hari, menyalahkan diri sendiri tanpa dapat berbuat apa-apa. Setiap hari mereka mereka mengunjungi dokter kandungan, dokter itu selalu menganjurkan agar mereka mengadopsi anak saja.
Masalah rumah tangga dan pekerjaan di kantor membuat sang suami bertambah frustrasi “tuhan apa yang salah dari diriku? Telah bertahun-tahun aku mengikutimu dengan setia. Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang membuatmu kecewa, tetapi sekarang apa yang sudah kau lakukan dengan keluargaku? Engkau membuatnya menjadi berantakan! Selama ini aku terus-menerus berdoa dan meminta, berharap engkau memberikan kami seorang anak. Aku terus mencari sampai aku menemukan sebuah jawaban yang pasti darimu, meskipun engkau bergeming, apalagi yang kurang tuhan? Tidak dapatkah pengorbananku yang tulus itu menggetarkan hati dan membuka pintu yang selamla ini rngkau tutup?”
Di tengah keputusasaannya, ia mendengar ada suara datang dari hatinya “apakah kehadiran seorang anak lebih penting daripada kehadiranku di keluargamu? Apakah hidupmu tidakakan bahagia bila keinginanmu itu tidak aku penuhi? Mengapa engkau menaruh persyaratan pada kebahagiaanmu. Engkau sering mengatakan, ‘kalau tidak mendapatkan seorang anak, saya tidak akan pernah bahagia’ itukah standar kebahagiaanmu dalam hidup ini?”
Apakah kita pernah mendengar seseorang berkata “kalau tidak mendapatkan ini atau itu, saya past tidak akan merasa bahagia. Jika hal ini dan itu tidak diberikan kepada saya atau tidak pernah terjadi dalam kehidupan saya, saya tidak mau bersukacita dan bersyukur.” Deengan kata lain mereka berkata “jika belum mendapat posisi tertinggi di perusahaan ini, saya tidak mau bersukacita. Jika belum menjadi seorang jutawan, saya tidak mau berterima kasih kepada tuhan. Kalau tidak memiliki mobil mewah pasti saya tidak akan bahagia, dan seterusnya.”
Tahukan kita bahwa kebahagiaan dan kesenangan hidup tidak terletak pada waktu nanti, tetapi sekarang? Kebahagiaan adalah pilihan. Sekalipun hal yang kurang baik terjadi di dalam hidup kita, tetapkah jaga sukacita dan damai sejahtera kita, maka sesuatu yang baik pun pasti segera menghampiri. Seorang yang penuh syukur akan berterima kasih dalam segala situasi, seorang pengeluh akan mengeluh meskipun hidup di dalam surga Ketahuilah bahwa orang-orang yang bahagia, bukanlah orang-orang yang hidup dengan keinginan yang selalu dipenuhi oleh tuhan, melainkan orang-orang yang mampu menghadapi kegelapan, tantangan, dan hambatan, mereka memeranginya, menyiasatinnya dan menang,


#inspirasi5menit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar